Search

Banjir: Arena Pencitraan Para Selebriti

Bernas Jogja, Selasa 5 Februari 2013

Oleh Yudi Perbawaningsih

Bencana banjir Jakarta yang terjadi sejak 17 Januari 2013 ternyata menjadi berkah bagi selebriti, baik dari kalangan politisi maupun artis. Banjir menjadi sarana murah dan sangat strategis bagi kelompok ini untuk membangun citra pada masyarakat, bahkan untuk memperbaiki citra yang sudah terlanjur rusak. Ketika Susilo Bambang Yudhoyono (SBY), Presiden ke 7 Republik Indonesia, dan Joko Widodo (Jokowi), Gubernur DKI Jakarta, mengunjungi korban banjir dan meninjau situasi banjir, saat itulah pencitraan terjadi. SBY  yang menggulung celana panjangnya dan menaiki perahu karet sedangkan Jokowi menggunakan gerobag menjadi wacana ramai di berbagai media.

Media melihatnya ini bukan sekedar sebagai sebuah realitas empirik, tetapi realitas simbolik. Perahu karet dan gerobak dipandang sebagai simbol dari kepentingan strategis yang ingin dikomunikasikan kepada masyarakat. Terlepas dari keinginan mengkonfirmasi atau tidak, nara sumber yang dihadirkan media mengkonstruksi realitas bahwa perahu karet adalah simbol status sosial yang lebih tinggi dibanding dengan gerobak. Penggunaan perahu karet juga mengkomunikasikan jarak (distance) antara pemimpin dengan yang dipimpin, sebaliknya penggunaan gerobag mengartikan kedekatan  dan kebersamaan dengan rakyat, meniadakan jarak antara penguasa dan rakyat. Perahu karet juga dipahami sebagai kelas ekonomi borjuis, sedangkan gerobak menunjukkan kesederhanaa, kelas marginal, kelas rakyat. Media, pada kasus ini, berhasil membangun perang simbolik antara SBY dan Jokowi, disadari atau tidak disadari oleh dua orang yang bersangkutan.

Di bagian lain, banjir juga menjadi wahana gratis bagi artis hiburan tanah air untuk membangun citra positif. Sejak banjir mulai sedikit surut, ketika korban banjir mengeluh bahwa bantuan pemerintah belum juga diterima, maka ‘banjir” pula para artis ini memberi bantuan. Beberapa artis di antaranya sedang terlibat dalam perkara yang telah membentuk citra negatif. Bahkan, beberapa artis yang relatif belum punya “nama” tiba-tiba muncul, memberi bantuan, sedangkan para awak infotainmen menyebut mereka dengan istilah “selebriti”. Dalam sorotan kamera crew acara infotainmen, para artis ini berjalan dalam banjir, tanpa alas kaki, menyapa, memeluk para korban banjir dan menyerahkan bantuan. Sama halnya dengan politisi, aktivitas artis ini tidak sekedar menunjukkan niat baik tetapi juga menunjukkan kepentingan mereka di mata publik yaitu membangun dan memelihara popularitas.

“Ada Udang di Balik Batu”

Bagi sebagian selebriti, pencitraan dilakukan dengan dukungan dana yang tentu tidak sedikit, apalagi jika pencitraan dilakukan dengan desain dan dikerjakan konsultan. Salah satu yang dirumuskan dalam  desain ini adalah strategi membangun “event” yang strategis dan efektif. Banjir adalah “event” yang paling efektif dan gratis karena  tidak perlu mengeluarkan dana untuk merencanakannya. Menjadi mudah dipahami, para pemimpin, politisi dan artis ini berlomba-lomba menunjukkan “niat baik” dan atribut positif lainnya kepada publik. Padahal, niat baik dan atribut positif dapat dilakukan kapan saja tanpa perlu menunggu ada “event” tertentu. Aktivitas yang spontan, tulus keluar dari hati biasanya malah lebih efektif untuk membangun kesan publik. Hal ini tentu dilakukan dengan tidak perlu menunggu banjir, bulan ramadhan, atau event yang menjadi sorotan publik lainnya.

Pencitraan itu disengaja, direncanakan atau dirancang, pasti ada manipulasi atau rekayasa simbolik. Oleh karena itu, citra yang terbangun bisa jadi jauh berbeda atau senjang dengan realitas empiris. Dalam proses pencitraan terjadi beberapa tahap dan tingkatan manipulasi. Pertama, manipulasi yang dilakukan sendiri oleh yang bersangkutan. Tidak semua simbol komunikasi verbal dan non verbal dari aktor dapat berjalan sesuai dengan desain. Kedua, manipulasi yang dilakukan oleh media. Entah masuk dalam desain atau tidak, media memiliki caranya sendiri untuk membangun citra dari objek yang disorotnya. Pilihan kata presenter atau reporter atau penulis berita, cara menyampaikan, pilihan objek gambar, dan keputusan-keputusan produksi jurnalistik cetak maupun audio visual lainnya turut menyumbang citra yang ingin dibangun oleh aktor dan citra yang dibentuk oleh publik. Manipulasi ini menghasilkan citra yang potensial mengalami reduksi atas realitas empiris yang sangat besar. Sehingga dapat dibedakan antara citra yang dibangun didasarkan pada pengalaman langsung publik dengan aktor yang menjadi objek pencitraan, dan citra yang dikonstruksi oleh media (communicated image). Kedua citra ini bisa sangat berbeda. Semakin banyak tahap manipulasi, semakin besar potensi penyimpangan atau reduksi atas realitas empiris.

Jangan Tertipu oleh Citra

Karena citra itu bisa didapat dari upaya manipulatif maka janganlah terkecoh. Tidak perlu terburu-buru membangun kesan. Jika SBY- didesain atau spontan- menggunakan perahu karet, dan Jokowi menggunakan gerobak untuk meninjau korban banjir, tidak perlu menggiring kesan kita pada hal positif atau negatif. Apalagi, ketika media turut gencar mengkomunikasikan hal tersebut tanpa konfirmasi yang bersangkutan. Lebih parah lagi jika upaya pencitraan kaum selebriti ini dikomunikasikan kepada publik oleh media (baca: infortainmen), semakin besarlah  kemungkinkan penyimpangan kesan akan terjadi karena kepentingan program ini adalah menghibur. Penyampaikan pesan tidak berdasarkan fakta empiris, keterlibatan asumsi atau opini pembuat naskah infotainmen, pilihan kata yang dramatis dan hiperbola serta kalimat-kalimat bernuasa prejudice adalah beberapa hal yang sering dilekatkan dengan proses produksi program infotainmen. Karakteristik inilah yang menggiring kesan publik menjadi bias, dan potensial akan senjang dengan fakta empiris menjadi sangat besar. Oleh karena itu, ketika banjir tiba, dan para selebiriti di bawah sorotan media memberikan bantuan kepada korban banjir, janganlah cepat-cepat melihat itu sebagai sebuah kebenaran yang positif. Bisa jadi Anda akan terkecoh dan kemudian kecewa.

 

*Yudi Perbawaningsih, dosen Program Studi Ilmu Komunikasi FISIP UAJY

Search
Categories