Ada kaitan yang tampak antara perfilman nasional dengan situasi politik dan kondisi perekonomian. Perfilman nasional dapat digunakan sebagai pedoman dari ideologi atau spirit gagasan-gagasan dominan yang dijalankan oleh penguasa. Selain itu, aneka karya film yang ada dapat dipakai untuk membaca jenis ekonomi yang ada atau sedang berkembang. Hal ini terjadi karena film menjadi kekuatan instrumental yang menghadirkan kembali atau merepresentasikan ambisi dan citra dari para pemegang kontrol politik dan ekonomi. Terlebih jika film dianggap sebagai karya budaya. Terminologi budaya bukan hanya mencakup keindahan dan kemegahan fisik. Budaya selalu berkaitan erat dengan persoalan politik juga ekonomi. Budaya kata John Hartley, merupakan produksi sosial dan reproduksi rasa, makna dan kesadaran. Budaya, dengan demikian makna yang mempersatukan wilayah produksi (ekonomi) dan wilayah relasi-relasi sosial (politik). Ketika perfilman nasional telah menjadi sebuah budaya, kita bisa menelusuri sistem perekonomian yang diyakini kebenarannya oleh komunitas yang bernama Bangsa. Contohnya, apakah sistem perekonomian yang menjadi preferensi adalah sosialisme atau kapitalisme. Sistem perekonomian itu, tentu saja tidak perlu ditampilkan dalam ceramah maupun khotbah yang panjang dan lama melalui mulut kalangan protagonis atau antagonis dalam adegan-adegan film. Sistem perekonomian tersebut dapat disimak pada pembagian kelompok-kelompok sosial, baik yang bersifat hierarkis (kelas sosial) maupun yang bercorak ideologis (gender, seksualitas, etnis, dan agama). Interaksi di antara kelompok-kelompok sosial itulah, yang dinamakan dengan politik.
Penulis: Elsa
Editor : Laurentia Rani