Search

Membidik Pemilih Muda

Bernas Jogja, Selasa 20 Agustus 2013

Oleh Nobertus Ribut Santoso

Dalam hitungan beberapa bulan ke depan, Indonesia akan menyelenggarakan pesta demokrasi April 2014. Aroma tersebut semakin kuat tercium beberapa bulan terakhir ini. Hal ini dapat dilihat dari berbagai persiapan partai politik (parpol), tokoh politik serta pihak-pihak terkait dalam membidik suara rakyat. Persiapan tersebut terlihat dari berbagai aktivitas memperoleh citra yang baik di mata publik seperti memberikan bantuan kepada rakyat tidak mampu serta iklan-iklan pencitraan parpol di media cetak maupun online.

Ada hal yang perlu menjadi perhatian pada pemilu mendatang. Diperkirakan jumlah golongan putih (golput) atau pemilih yang tidak menggunakan haknya meningkat. Seperti diungkapkan pengamat politik Kristiadi (2013) dalam diskusi Penegakan Hukum dan Strategi Nasional, perkiraan pemilih yang menyatakan belum tahu atau tidak memilih sekitar 30 sampai 40 persen. Artinya, bila menurut catatan KPU jumlah pemilih pemilu 2014 sejumlah 189 juta jiwa, jumlah golput diperkirakan sekitar 56-75 juta jiwa.

Dari perkiraan jumlah golput pemilu 2014 tersebut, 30 jutanya adalah anak muda. Hal ini dikarenakan anak muda sudah apatis dan merasa tidak peduli dengan dunia politik. Terlebih lagi banyaknya kasus korupsi yang melibatkan politisi memicu keengganan kaum muda untuk memberikan suaranya.

Golput: Jadikan Peluang

Parpol dan tokoh politik yang akan bertarung di pemilu seharusnya melihat 30 juta pemilih muda golput sebagai peluang yang harus digarap secara serius demi mendulang suara. Butuh strategi cerdas untuk mengubah keapatisan menjadi kepedulian terhadap politik.

Kalau diibaratkan membidik anak muda golput dalam pemilu mendatang seperti berburu di hutan, langkah pertama yang harus dilakukan adalah menetapkan binatang apa yang akan diburu. Artinya, perlu mempelajari pola hidup dan karakter binatang tersebut. Selanjutnya, perlu mempersiapkan senjata apa yang harus digunakan membidik binatang tersebut, jangan sampai memburu babi tetapi senjata yang dipakai ketapel. Selain itu, perlu diketahui di mana habitat binatang yang akan diburu dan kapan waktu yang tepat untuk berburu dengan mempertimbangkan kondisi alam.

Karakter Net Generation

Dalam membidik suara anak muda, parpol dan tokoh politik perlu memahami karakter anak muda jaman sekarang yang lebih dikenal dengan istilah net generation. Menurut Tapscott (2008), generasi sekarang berbeda dengan generasi sebelumnya. Mereka adalah orang-orang yang tumbuh dikelilingi media digital.

Tapscott mengidentifikasi delapan karakter net generation. Net generation menghargai kebebasan dan pilihan. Mereka senang membuat apa yang mereka miliki menjadi lebih personal. Mereka menuntut intergritas, senang bekerja sama, menuntut kecepatan dan jawaban yang instan. Net generation menginginkan play and fun dalam segala aktivitas. Mereka memimpikan inovasi terus menerus, dan merupakan generasi kritis yang tidak percaya begitu saja kebenaran berita.

Belajar dari Obama dan Jokowi

Membidik suara anak muda dapat dilakukan dengan mencari figur kuat dan potensial. Seperti yang diungkapkan Whillock (1991), citra kuat seorang tokoh politik merupakan hal terpenting dalam kampanye politik di jaman sekarang ini. Hal ini dikarenakan pemilih cenderung malas mencari informasi mendalam terkait politisi yang akan dipilih. Mereka menentukan pilihan berdasar citranya.

Kemenangan Obama dalam pilpres Amerika Serikat dua kali berturut-turut tidak terlepas dari sosok figurnya yang sangat kuat dan fenomenal di dunia perpolitikan Amerika, presiden berkulit hitam pertama di Amerika Serikat, serta memiliki track record sangat bagus. Obama merupakan orator ulung karena kepiawaiannya berorasi yang mampu memukau jutaan publik. Ia sangat memahami siapa publiknya dan pesan kunci komunikasi politik seperti apa yang harus dikemas dan disampaikan. Inilah mengapa kebanyakan pemilih pemula memilih Obama dibandingkan Rommey dengan perbandingan dua banding satu.

Kehidupan anak muda sangat dekat dengan internet. Sebagai net generation, banyak waktu mereka habiskan untuk berselancar di internet. Hadirnya media baru berbasis digital tidak hanya membuat arus informasi politik menjadi semakin masif tetapi juga terdistribusi dengan cepat. Melihat kondisi ini, dibutuhkan pendekatan dan strategi kampanye yang selaras.

Strategi kampanye melalui jejaring sosial di internet sukses dilakukan Obama. Kepiawaian Obama dan tim kampanyenya melakukan komunikasi politik lewat jejaring sosial mampu menarik simpati publik, khususnya anak muda. Facebook dan Twitter yang banyak digunakan anak muda dimanfaatkan secara optimal dalam berkomunikasi dengan anak muda sehingga dua kali berturut-turut Obama memenangkan pilpres. Melalui jejaring sosial, dengan percaya diri Obama “menjual diri” dan membuka dialog sehingga suara anak muda tersedot pada pilpres 2008 dan 2012.

Di Indonesia, figur politik fenomenal adalah Jokowi. Namanya begitu melejit dan dikenal banyak orang karena kesuksesannya dalam memimpin Solo dan keterlibatannya dalam pertarungan di pemilihan gubernur Jakarta tahun lalu. Selain itu, penerimaan masyarakat terhadap Jokowi, seperti yang diungkapkan oleh Musholi, Direktur Program Pemberdayaan SDM Strategis PPSDM, dikarenakan Jokowi memiliki citra sebagai sosok jujur, polos, dan berintegritas.

Kesuksesan kegiatan politik serta naiknya popularitas Jokowi tidak terlepas dari kecerdasan tim suksesnya. Tim Jokowi mengemas kampanye dengan cara yang berbeda dari kampanye-kampanye yang ada. Melihat hobi anak muda berselancar di internet, tim sukses Jokowi membuat game online yang diberi nama “Selamatkan Jakarta”. Game online ini menceritakan usaha Jokowi membasmi empat permasalahan utama di Jakarta yaitu koruptor, pengusaha hitam, preman, dan sampah.

Tim sukses Jokowi juga mengemas kampanyenya dengan membuat tarian flashmob. Flashmob diadakan di Bundaran Hotel Indonesia dan dihadiri sekitar 2.500 relawan dan simpatisan Jokowi. Hasil pembuatan flashmob diunggah ke Youtube sehingga dapat dilihat semua anak muda yang sedang berselancar di internet. Flashmob ini telah meningkatkan awareness anak muda terhadap Jokowi.

Dari kegiatan kampanye politik yang dilakukan oleh Obama dan Jokowi bersama tim suksesnya, dapat dilihat kesuksesan mereka merebut suara pemilih pemula atau anak muda. Mereka mampu meyakinkan anak muda dengan membuka ruang diaolog terbuka sehingga terbentuk opini publik berkualitas dan citra positif. Dari sinilah, reputasi baik mereka terbangun di hadapan publik.

Untuk membidik suara pemilih muda, parpol dan tokoh politik harus melakukan kampanye secara jujur, terbuka, dan transparan. Parpol dan tokoh politik harus menyediakan sebanyak mungkin informasi yang dengan mudah bisa diakses pemilih muda. Dengan mengakses informasi tersebut, mereka mampu mempertimbangkan pro-kontra terhadap parpol dan tokoh politik sehingga mereka yakin akan pilihannya, juga cara pengemasan kampaye yang menghibur dan inovatif.

*Nobertus Ribut Santoso, dosen Program Studi Ilmu Komunikasi, Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik, Universitas Atma Jaya Yogyakarta

Search
Categories