Bernas Jogja, Selasa 4 September 2012
Oleh Imma Indra Dewi W, SH, M.Hum
Undang-Undang Perseroan Terbatas mewajibkan perseroan yang menjalankan kegiatan usaha di bidang dan/atau berkaitan dengan sumber daya alam melaksanakan tanggung jawab sosial dan lingkungan. Tanggung jawab ini dianggarkan dan diperhitungkan sebagai biaya perseroan yang pelaksanaannya dilakukan dengan memperhatikan kepatutan dan kewajaran. Pengaturan ini menunjukkan sikap diskriminatif pemerintah karena hanya diwajibkan bagi perseroan yang kegiatan usahanya di bidang dan/atau berkaitan dengan sumber daya alam, sedangkan perseroan yang tidak terkait dengan sumber daya alam bebas dari kewajiban tersebut. Dalam pelaksanaannya kegiatan ini kemudian dinamakan Corporate Social Responsibility (CSR).
CSR adalah suatu tindakan atau konsep yang dilakukan oleh perusahaan sebagai bentuk tanggung jawab sosial/lingkungan sekitar di mana perusahaan itu berada. Pelaksanaan tanggung jawab tersebut sesuai dengan kemampuannya. Bentuk tanggung jawab dapat berupa melakukan kegiatan untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat dan perbaikan lingkungan, pemberian beasiswa untuk anak tidak mampu, pemberian dana untuk pemeliharaan fasilitas umum dan sumbangan untuk desa/fasilitas masyarakat yang bersifat sosial dan berguna untuk masyarakat banyak, khususnya masyarakat yang berada di sekitar perusahaan tersebut berada.
Di Indonesia terdapat empat model pelaksanaan CSR. Model pertama perusahaan terlibat langsung dalam penyaluran CSR karena telah memiliki bagian yang bertanggung jawab dalam pelaksanaan kegiatan sosial perusahaan termasuk CSR. Model kedua melalui pembentukan yayasan atau organisasi sosial perusahaan dengan menyediakan dana khusus untuk digunakan secara teratur dalam kegiatan yayasan yang dibentuk oleh perusahaan secara khusus. Model ketiga perusahaan bermitra dengan pihak lain seperti lembaga sosial non pemerintah, lembaga pemerintah, media massa dan organisasi lainnya. Yang terakhir adalah dengan cara mendukung atau bergabung dengan suatu konsorsium.
Pada umumnya terdapat dua alasan perusahaan melakukan CSR yaitu alasan sosial karena sebagai pihak luar yang beroperasi pada wilayah orang lain perusahaan harus memperhatikan masyarakat sekitarnya dan ikut serta menjaga kesejahteraan ekonomi masyarakat serta lingkungan dari kerusakan yang ditimbulkan. Alasan lainnya adalah ekonomi, yaitu menarik simpati masyarakat dengan membangun image positif bagi perusahaan yang tujuan akhirnya tetap pada peningkatan profit.
Penyandang Cacat di Yogyakarta
Penyandang cacat di Kota Yogyakarta tersebar di 14 kecamatan yang terbagi di 45 kelurahan. Jumlah penyandang cacat pada tahun 2011 sebanyak 3353 jiwa. Adapun jenis kecacatannya adalah cacat tubuh, cacat mental, dan cacat ganda. Beberapa di antara penyandang cacat tersebut telah mendapat pelatihan, penyediaan fasilitas dan pemberian bantuan. Pelatihan ditujukan untuk peningkatan ketrampilan mereka. Penyediaan fasilitas berupa pemberian bantuan kursi roda, alat bantu dengar, bantuan modal usaha, dan kaki palsu ditujukan pada keluarga miskin yang harus memenuhi persyaratan administrasi tertentu seperti menunjukkan KMS maupun surat keterangan dokter.
Selain program pemberdayaan berupa pelatihan dan penyediaan fasilitas, juga diberikan bantuan uang berkisar antara Rp300.000 (tiga ratus ribu rupiah) per bulan sampai dengan Rp1.000.000 (satu juta rupiah) per tahun. Bantuan ini diambilkan dari dana APBD dan APBN. Pemberian bantuan, pelatihan, dan penyediaan fasilitas diberikan secara bergiliran. Artinya bagi penyandang cacat ataupun keluarganya yang pernah menerima bantuan pada tahun tertentu tidak akan menerima lagi pada tahun yang akan datang sampai semua penyandang cacat mendapatkannya. Hal ini karena terbatasnya anggaran yang dapat disediakan oleh pemerintah. Permasalahan ini dapat diatasi dengan diikutsertakannya sektor usaha swasta untuk turut mengambil bagian.
Pemberdayaan Penyandang Cacat
Berdasar pada alasan perusahaan melakukan CSR maka seharusnya penyaluran CSR juga dapat dilakukan untuk kepentingan pemberdayaan penyandang cacat. Bukankah oleh pemerintah penyandang cacat digolongkan dalam penyandang masalah kesejahteraan sosial? Sementara tujuan penyaluran dana CSR di antaranya untuk menjaga kesejahteraan ekonomi masyarakat. Jadi pengalokasian dana CSR untuk peningkatan pemberdayaan penyandang cacat sangat mungkin dilakukan. Sehingga berbagai kendala yang dihadapi dalam pelaksanaan pemberdayaan penyandang cacat dapat dieliminir. Di antaranya kendala berupa keterbatasan anggaran dalam pemberdayaan penyandang cacat.
Jika dana CSR dapat disalurkan untuk pemberdayaan penyandang cacat maka kendala keterbatasan anggaran dapat diatasi. Hal ini selaras dengan UU yang mewajibkan perusahaan yang berkaitan dengan pengelolaan sumber daya alam punya tanggung jawab sosial dan lingkungan terhadap masyarakat di mana perusahaan itu berada. Permasalahannya mengapa pemerintah hanya mewajibkan penyediaan CSR oleh perusahaan yang berkaitan dengan sumber daya alam? Permasalahan lainnya, penyaluran dana CSR selama ini juga belum ditujukan pada pemberdayaan penyandang cacat. Namun begitu pada perkembangannya semua perusahaan berskala nasional dan internasional telah menjalankan program CSR. Dengan demikian dalam pemberdayaan penyandang cacat di Kota Yogyakarta, pemerintah dapat mengajak pihak swasta untuk turut berpartisipasi. Peran serta sektor swasta dalam pemberdayaan penyandang cacat diharapkan dapat mengatasi berbagai kendala yang dihadapi oleh Pemerintah Kota Yogyakarta.
Selain kendala keterbatasan penyediaan anggaran, kendala variasi penyediaan program yang sesuai dengan derajat kecacatan diharapkan juga dapat diatasi. Dengan pelibatan sektor swasta diharapkan program yang disediakan dapat lebih bervariasi dan bermanfaat bagi penyandang cacat sesuai derajat kecacatannya. Di antaranya dapat dikembangkan program kewirausahaan bagi penyandang cacat yang derajat kecacatannya memungkinkan. Program ini akan sangat bermanfaat bagi penyandang cacat dan keluarganya, terutama dalam membangun kemandirian secara ekonomi. Jika dana CSR dapat diarahkan untuk pemberdayaan penyandang cacat dalam sektor kewirausahaan maka harapan keberhasilan akan lebih besar karena dalam pelaksanaannya dapat melibatkan perusahaan penyalur CSR sebagai pendamping atau pembimbing.***
*Imma Indra Dewi W, SH, M.Hum, dosen Fakulas Hukum Universitas Atma Jaya Yogyakarta.