Instagram dan Bencana

Analisis Kedaulatan Rakyat, Sabtu, 1 Februari 2014

Oleh Dr. Lukas S. Ispandriarno MA

SITUS berbagi foto atau Instagram milik ibu negara Ani Yudhoyono membuat gaduh perbincangan di media maupun masyarakat. Ketika membalas komentar @zhafirapsp, “Di saat rakyatnya yang sedang kebanjiran, Ibu Ani malah sibuk dengan akun instagramnya” dengan “Lho, Ibu Jokowi dan ibu Ahok ke mana ya? Koq saya yang dimarahi” bertebaranlah komentar di Facebook, Twitter dan Instagram. Permintaan maafnya menjadi berita di Saudi Gazette berjudul ‘Indonesian first lady sorry for Instagram outbursts’ dan media global seperti Australia SBS, MSN New Zealand, dan The New Zealand Herald, The Wall Street Journal. Sebelum itu ibu negara mendapat surat dari Vita Sinaga Hutagalung, korban Sinabung di situs warga dan Surat Terbuka Para Fotografer di whatanews.net. Kehebohan boleh jadi dipicu pula pencopotan artikel Vita oleh pengelola jurnalisme warga milik sebuah koran besar. Penurunan artikel mengingatkan ‘kegetolan’ media Orde Baru melakukan swasensor.

Kemajuan teknologi komunikasi sungguh membantu manusia menjalani berbagai aktivitas, namun kemudahan berkomunikasi menghadirkan persoalan ketika komunikator mengabaikan etika. Poynter Institute, sebuah lembaga pendidikan jurnalis di Amerika mendiskusikan penggunaan Instagram atau foto Hipstamatic saat bencana Hurricane Sandy tahun 2012. Saat badai berlangsung diunggah 10 foto tiap satu detik bertanda #sandy. Kebanyakan foto menggambarkan orang bergegas menghindari badai dan situasi di luar ruang. Terkumpul 144 ribu foto di #sandy, lebih dari 144 ribu di #hurricanesandy, dan lebih dari 23 ribu foto di #frankenstorm (poynter.org).

Poynter juga mengabarkan, Damon Winter, fotografer New York Times pemenang ketiga kompetisi Foto Tahun Internasional, membangkitkan kontroversi di kalangan jurnalis foto. Kontroversi bukan lantaran fotonya tetapi karena penggunaan aplikasi Hipstamatic iPhone. Kritik atau komentar warga berbunyi: “Every time a news organization uses a Hipstamatic or Instagram-style picture in a news report, they are cheating us all.” Intinya, lebih kurang, penggunaan Instagram di media berita merupakan sebuah pencurian. Namun, majalah Time justru memanfaatkan Instagram untuk meliput Hurricane Sandy karena kecepatan mendapatkan gambar.

Instagram bukan sepenuhnya pendatang baru di jagat media. Ditemukan Kevin Systrom and Mike Krieger 6 Oktober 2010 kemudian dibeli Facebook April 2012. Lebih dari 60% komunitas Instagram berada di luar AS, walau demikian negara ini memiliki jumlah pengunjung terbesar, di atas 33%. Setelah itu Brazil (5,6), Inggris (3,8), Rusia (3,5) dan Mexico (3,2). Sejumlah politikus dunia punya akun Instagram seperti Perdana Menteri Belgia, Elio Di Rupo – @eliodirupo, Perdana Menteri Malaysia, Najib Razak – @najib_razak, Ratu Yordania, Rania Al Abdullah – @queenrania. Politikus dan selibriti Indonesia juga punya akun seperti Febby Febiola dan Ringggo Agus Rahman yang mengunggah foto pemandangan dan bangunan masjid. Budayawan asal Yogyakarta, pengisi program Sentilan Sentilun, Butet Kartarejasa ikut membikin geger setelah foto gendongan dengan Wakil Gubernur Basuki Tjahaya Purnama (Ahok) memuat pesan: “Ini baru peristiwa. Pelayanan total Wagub Ahok kpd Wong cilik. Buktikan!” Pesannya mendapat tanggapan ‘likes’ (suka) dari 1.216 pengguna Instagram serta 131 komentar.

Inilah tren media sosial. Sebanyak 90% pengguna Instagram berumur di bawah 35 tahun dan 28% berumur antara 18-29 tahun. Maka pemilik akun Instagram mesti tahu diri bahwa komunitas ini dipenuhi anak muda yang sebagian enerjik, kreatif dan kritis. Bila ‘salah’ berkomentar boleh jadi, siapapun dia, akan mendapat tanggapan seru, tak terduga, sinis, bahkan menyakitkan ketimbang sekadar ketus dan defensif. Surat Terbuka Fotografer mengusulkan kategori foto seperti nature, human interest, candid, dan arsitektur bagi ibu negara dalam memotret peristiwa bencana banjir di Kampung Melayu, Pluit, Bekasi, rumah hancur terkena longsor. Hingga Januari 2014 Instagram memiliki 150 juta pengguna aktif dan membagikan 16 miliar foto. Dalam sehari terdapat 1.2 miliar likes, 55 juta foto diunggah dan 7.3 juta pengunjung.

Media massa termasuk media sosial berperan penting dalam ikut menangani bencana. Ia bisa menjalankan fungsi peringatan, pemantauan, ataupun kemanusiaan. Para pengguna media sosial, terutama politikus, perlu belajar ‘jurnalisme’ yang mengedepankan etika. Kendati dapat membuat seseorang kian tenar, namun pesan-pesan tanpa etika akan mengubah media menjadi bencana dalam pergaulan publik.

(Dr Lukas S Ispandriarno. Dosen FISIP Universitas Atma Jaya Yogyakarta)

Search

Pengumuman