Lukas S. Ispandriarno
Bernas, 1 April 2014
Fungsi jalan raya terus bertambah, bukan sekadar fasilitas alat transportasi perpindahan barang dan manusia dari satu tempat ke tempat lain, namun menjadi panggung terbuka arena berbagai atraksi dipertontonkan. Pengendara berperan sebagai peragawan dan peragawati, berulah di atas panggung dengan berbagai penampilan diri beserta aksesoris kendaraannya. Menelpon, bahkan berkirim pesan singkat dengan telepon selular sambil bersepeda motor acap kali dipamerkan. Memasang knalpot bersuara bising menjadi salah satu pilihan dan semakin digemari anak muda. Kastanya naik karena mendapat tempat leluasa atas nama kampanye terbuka partai politik dan calon anggota legislatif.
Mode atau gaya mengendarai sepeda motor berknalpot bising seiring dengan menggeloranya semangat membangun pabrik motor di Indonesia. Pabrik merek-merek terkenal asal Jepang saling berlomba meraup pasar potensial, melebihi India dan Cina. Sejak 2004 Yamaha membangun pabrik kedua di Kawasan Industri KIIC, Karawang, mempunyai kapasitas produksi terbesar di dunia. Kapasitas produksi per hari mencapai 7500 sepeda motor (pertamax7.com, 14/12/2012). PT Astra Honda Motor memulai pembangunan pabrik keempatnya di Kawasan Industri Indotaisei, Kota Bukit Indah, Karawang, Jawa Barat. Pabrik ini menelorkan 1,1 juta unit sepeda motor per tahun. Dengan tambahan pabrik baru, jumlah produksi sepeda motor Honda di Indonesia mencapai 5.3 juta unit per tahun. Prediksi penjualan tahun 2013 mencapai 7 juta unit dan menjadi pasar terbesar Honda di dunia (KompasOtomotif, 17/5/2013).
Badan Pusat Statistik mencatat perkembangan pesat jumlah sepeda motor dalam satu dekade, 2002-2012. Dari 17.002.130 unit di tahun 2002 menjadi 32.528.758 di tahun 2006, lalu sebanyak 47.683.681 (2008), 61.078.188 (2010) dan sejumlah 78.381.183 (2012). Pada akhir tahun 2011 jumlah sepeda motor di DIY sebanyak 3,5 juta dengan angka pertumbuhan 7.000 unit per bulan (tribunnews.com, 30/12/2011). Lantas, berapa jumlah motor di akhir Maret 2014? Angka 3.598.000 tentu amat mengejutkan karena melebihi jumlah penduduk DIY.
Kondisi ini tidak serta merta mendorong pemerintah menerapkan pajak progresif seperti provinsi Jawa Barat dan DKI Jakarta. Alasannya, DIY adalah kota pelajar dan mahasiswa yang berasal dari luar kota. Ini pernyataan Kepala Bidang Anggaran Pendapatan Dinas Pendapatan, Pengelolaan Keuangan dan Aset (DPPKA) DIY Gamal Suwantoro (Republika, 27/1/2014). Maka kita menyaksikan di jalanan, sebagian besar pecinta knalpot bising adalah anak muda, pelajar, mahasiswa. Mereka kadang berjalan pelan namun lebih sering kencang, sebagian sambil memainkan gas sehingga menimbulkan suara amat gaduh. Perayaan kelulusan, arak-arakan pendukung klub sepakbola juga menyukai mode ini. Kelompok lain adalah penunggang motor gede, yang tidak pernah alpa menarik-narik gas sehingga bunyi knalpot makin bergemuruh. Menaiki sepeda motor dengan knalpot bising memang menghadirkan kesan nikmat, sok jagoan, sok kuasa. Sebuah kenikmatan di atas kesusahan banyak orang.
Berbeda dengan mode pakaian, sepatu atau rambut yang juga digemari anak muda, knalpot bising sebagai sebuah gaya mengganggu lingkungan, rumah tangga, kampung, perumahan, asrama, tempat kos, tempat ibadah, sekolah, kampus dan jalan raya. Suara bising membuat lingkungan tidak nyaman, berisik, merusak konsentrasi orang bekerja, belajar, dan aktivitas lain, juga mereka yang sedang sakit, yang membutuhkan ketenangan. Suara bising knalpot yang berlangsung setiap hari adalah teror yang mengancam kehidupan warga masyarakat dan keberlangsungan pemerintahan yang berwibawa. Merujuk Undang-Undang No 22 tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan, pengguna knalpot bising diancam pidana kurungan paling lama satu bulan atau denda paling banyak Rp 250.000. Peraturan Menteri Negara Lingkungan Hidup No 07/2009 tentang Ambang Batas Kebisingan Kendaraan Bermotor Tipe Baru menegaskan batas ambang kebisingan sepeda motor untuk tipe 80 cc ke bawah maksimal 85 desibel (db), tipe 80-175cc maksimal 90 db dan 175cc ke atas maksimal 90 db. Dengan telinga normal, kita dengan mudah membedakan mana suara bising melebihi batas dan mana suara normal sebuah knalpot sepeda motor.
Apa yang dilakukan negara atau pemerintah? Pertengahan Februari 2014 Polres Bandung menahan 500 sepeda motor selama hampir 1 bulan sebagai salah satu program cipta kondisi. Selain berknalpot bising, motor yang ditahan juga tidak dilengkapi spion dan plat nomor. Penahanan dilakukan karena Polres Bandung mendapat banyak keluhan masyarakat berupa banyaknya knalpot bising (Jabartoday.com, 14/2/2014). Poltabes Surabaya merazia arak-arakan motor berknalpot brong di malam pergantian tahun. Meski telah merazia knalpot brong sejak satu minggu sebelum malam perayaan tahun baru, namun tindakan ini tak membuat jera penggemar knalpot bising. Sebanyak 345 unit sepeda motor berknalpot brong ditahan (tempo.co, 01/01/2014). Satlantas Polres Kulonprogo menindak 20 pelanggar lalulintas peserta konvoi kampanye parpol. Pelanggar terbanyak tidak menggunakan helm dan berknalpot blombongan (KR, 25/4/2014).
Pemerintah telah mengambil tindakan hukum atas pelanggaran UU Lalulintas, namun sifatnya musiman, menjelang tahun baru atau saat kampanye, padahal sepeda motor dengan knalpot suara bising beroperasi setiap hari dan jumlahnya terus bertambah. Untuk menekan hingga sekecil mungkin jumlah pengguna knalpot ini, kepolisian mesti melakukan tindakan rutin, setiap hari atau setidaknya setiap minggu selama satu periode, misalnya enam bulan. Bahkan layak ditetapkan program setahun, Yogyakarta bebas knalpot bising. Cara lain adalah menyelenggarakan kebijakan motor and car free day di jalan-jalan tertentu lebih sering, misalnya setiap bulan. Pemerintah perlu menggandeng komunitas pesepeda, pejalan kaki, komunitas becak, andong dan terutama lembaga pendidikan menengah dan tinggi. Kalangan pelajar dan mahasiswa, termasuk mereka yang berasal dari luar DIY yang tidak dikenai pajak progresif mesti mengalihkan pembayaran pajak progresifnya dengan tidak berknalpot bising.
Yogyakarta yang Istimewa memang istimewa. Polda DIY memasang himbauan di media luar ruang berwujud spanduk berisi tulisan “Jogja Istimewa = Knalpot Motor Tidak Bising.” (KR, 29/4/2014). Maksud hati agar peserta kampanye tidak berkendaraan dengan knalpot bising, namun pemerintah membiarkan tempat usaha modifikasi knalpot di musim kampanye. Taripnya Rp70.000 hingga Rp100.000, tergantung jenis motor (Harjo, 29/4/2014). Knalpot bersuara bising merusak peradaban masyarakat yang santun, beretika.
*Lukas S. Ispandriarno, dosen FISIP UAJY, penggagas komunitas Marka Jalan.