Selasa, 29 Oktober 2013
BERPUNCAK 28 Oktober 1928 sejumlah pemudi dan pemuda Indonesia bersumpah bertumpah darah satu Tanah Indonesia, berbangsa satu Bangsa Indonesia serta menjunjung bahasa persatuan Bahasa Indonesia. Apa yang bisa dilakukan pemudi pemuda Indonesia 85-90 tahun kemudian? Tentu saja pemuda pemudi Indonesia saat ini bertugas menjaga, merawat, mengisi dan memajukan tumpah darah dan bangsa ini, serta terus mencintai Bahasa Indonesia.
Dalam konteks kekinian, ketika mobilitas warga makin tinggi, terdapat persoalan yang melekat dalam keseharian masyarakat, termasuk para pemuda. Misalnya soal lingkungan hidup, kenyamanan kota atau desa. Para pemudi dan pemuda zaman kini, yang sebagian berdiam di kota untuk belajar dan bekerja ditantang merawat masing-masing kota sehingga nyaman dihuni.
Kita menyaksikan bagaimana pemudi dan pemuda berseliweran di jalan-jalan desa, kampung, dan kota mengendari sepeda motor. Sejumlah komunitas pada hari tertentu, misalnya Jumat malam berkeliling kota Yogyakarta dengan sepeda onthel. Kendati demikian, seturut meningkatnya jumlah sepeda motor karena kuatnya produsen otomotif menggencet negara, makin banyak orang muda bersepeda motor.
Mengutip catatan Asosiasi Industri Sepeda Motor Indonesia (AISI), kapasitas produksi sepeda motor tahun 2009 mencapai 9,02 juta unit/tahun dan 7.71 juta unit/tahun dari produksi non AISI. Tahun 2011 produksi digenjot hingga 8.012.540 unit sehingga pertumbuhan penjualan di akhir 2012 naik 10% – 12% atau sekitar 8,3 juta unit. “Saat ini, Indonesia merupakan negara terbesar pertama di ASEAN dalam penjualan kendaraan sepeda motor, nomor tiga setelah China dan India, dan tahun 2013 AISI menargetkan angka 10 juta unit,” kata siaran pers AISI (theindonesiaway.com).
Berapa pertumbuhan sepeda motor di DIY? Menurut Kepala Dinas Perhubungan, Komunikasi, dan Informatika DIY, Tjipto Haribowo, jumlah sepeda motor di DIY tahun 2011 bertambah 7.000 unit/bulan dan jumlah keseluruhan mencapai angka 3,5 juta unit. Tentu saja ini angka yang sangat fantastis karena jumlah sepeda motor di DIY “sama” dengan jumlah penduduknya!
Patut pula dilirik data Korlantas Polri. Hingga akhir 2012 jumlah sepeda motor mencapai 77,7 juta unit atau setara dengan 83% total kendaraan yaitu 94 juta unit. Mabes Polri mencatat, dari 30 ribu korban meninggal akibat kecelakaan di jalan, sekitar 62% melibatkan sepeda motor. Merujuk Kahumas PT Jasa Raharja, Nasir Hakam, dari realisasi santunan hingga Juli 2008 sebanyak Rp 400 miliar lebih atau hampir 70% di antaranya untuk korban kecelakaan sepeda motor (antaranews, 25/9/2008).
Bagaimana kepedulian para pejabat DIY? Entahlah. Para pemuda pemudi mesti lebih tanggap karena menjadi pengguna ‘terbesar’ sepeda motor. Persoalan pertama memang pada aspek keselamatan karena tingginya angka kecelakaan dan kematian. Sebagai kota pendidikan dan kebudayaan sudah selayaknya DIY dihuni pemuda pemudi yang beradab, beretika, hormat pada sesama di jalan raya. Persoalan kedua dan yang menjadi fokus tulisan ini adalah jutaan sepeda motor tersebut kini makin banyak yang menggunakan knalpot bersuara bising. Suara bising berasal dari knalpot racing, oval, replica, turbo, variasi, atau bikinan sendiri. Akibatnya, kota bertambah bising, makin tidak nyaman dihuni dan barangkali akan berakibat menurunnya angka harapan hidup, daya cipta, karsa dan karya warga.
Warga tidak nyaman lagi beristirahat di rumah sendiri pada sore hari seusai kerja, atau di pagi hari ketika bangun, karena sepeda motor dengan knalpot bising telah berseliweran meneror perumahan, kampung, pinggiran desa dan kota. Maaf seribu maaf, mayoritas pengendara adalah pemuda dan pemudi, tak peduli penduduk asli atau pendatang, sama saja.
Penelitian Moch Fatoni Setiawan dari Jurusan Teknik Sipil FT Unnes yang dilakukan di Yogyakarta dan DKI Jakarta menyimpulkan, tingkat kebisingan di lingkungan perumahan telah berada di atas ambang baku mutu yang disyaratkan. Sumber kebisingan dominan berasal dari lalu-lintas kendaraan bermotor.
Sambil merefleksikan jasa para pemuda pemudi Indonesia 85 tahun silam, sudah saatnya kenyamanan kota menjadi kepedulian para pemudi pemuda saat ini. Berbagai klub sepeda motor berinisiatif menerapkan kewajiban agar knalpot motor anggotanya bukanlah knalpot bersuara berisik melebihi ketentuan standar. Para pemangku kepentingan di bidang pendidikan tingkat menengah hingga perguruan tinggi juga menerapkan ketentuan yang sama bagi para murid dan mahasiswa penunggang sepeda motor. Para pejabat tingkat provinsi, kabupaten, kota, kecamatan mengajak bapak ibu Ketua RT dan RW membangun kesepakatan menjaga kenyamanan wilayah, mencegah, mengusir suara bising knalpot. Dengan dukungan para petinggi kecamatan hingga provinsi, niscaya upaya para Ketua RT dan RW menusia hasil. Bersama pemuda dan pemudi membangun kenyamanan kota.
(Lukas S Ispandriarno. Dekan FISIP UAJY, penggagas komunitas MARKA JALAN)