Bernas Jogja, Selasa 18 Juni 2013
Oleh Dhyah Ayu Retno Widyastuti*
Buzz marketing merupakan istilah yang sudah tidak asing di kalangan aktor komunikasi pemasaran baik dari sisi pemasar maupun pasar sasaran. Realisasi buzz marketing dalam aktivitas kampanye pemasaran produk hingga buzzer sebagai pelaku, semakin menarik untuk dicermati.
Produk yang menjadi trendsetter di kalangan anak muda saat ini yaitu gadget akan terus bergulir melalui inovasiteknologi modern dan praktis. Variasi gadget dengan berbagai versi hadir di kehidupan khalayak seperti ponsel, BlackBerry, Apple, Android, Netbook, iPad, atau eDevice lainnya. Perangkat ini cenderung terintegrasi situs jejaring sosial dan pesan instan. Hanya dengan mengaksesnya, khalayak bisa bertemu dengan banyak orang dan mendapatkan informasi dari seluruh penjuru dunia dalam hitungan detik.
Berdasar data Kementerian Komunikasi dan Informatika, hingga 2013 ada sekitar 240 juta unit gadget di Indonesia (merdeka.com, 3/4/2013), sedangkan jumlah penduduk Indonesia hanya sekitar 230 juta orang. Kondisi ini berimplikasi pada nilai permintaan tinggi pecinta gadget yang dikenal sebagai gadgetholic. Ini ditunjukkan dengan realitas tingkat pengguna gadget sebanyak 67 persen dari total penduduk (merdeka.com, 3/4/2013).
Gadgetholic merupakan sebutan bagi ‘penggila’ gadget, seseorang yang tidak dapat beraktivitas tanpa menggunakan gadget (urbandictionary.com). Tanpa gadget, mereka merasa terisolasi dari dunia dan pergaulan. Kondisi ini merupakan peluang bagi pemasar gadget berlomba-lomba menciptakan produk baru dengan kecanggihan paling muthakir. Dampaknya bukan hanya persaingan antar jenis produk maupun merek bahkan persaingan produk satu merek.
Kini, terobosan pemasar yakni menggunakan buzzer. Aktivitas buzzer banyak dijumpai dalam kemasan berbagai acara secara offline dengan media konvensional. Menyadari keterbatasan menjangkau pasar potensial melalui media konvensional, terobosan yang dilakukan seiring makin mudahnya khalayak mengakses informasi berbasis internet yakni jejaring sosial berupa twitter, maka penggunaan buzzer berkembang dengan menggunakan twitter buzzer. Ini diperkuat kondisi yang menunjukkan bahwa Indonesia merupakan negara Asia dengan pengguna twitter aktif 5,6 juta pengguna. Angka yang memposisikan Indonesia dalam urutan pertama pengguna twitter di Asia (lpmpjateng.go.id).
Sebagai contoh, produk yang aktif melakukan kampanye berbasis twitter buzzer adalah Samsung. Merek ini menyampaikan informasi pengenalan produk melalui akun twitter @samsung_id. Buzzer membuat status di akun twitternya dengan mengusung merek Samsung misalnya mencantumkan hestek Samsung S4 yakni #s4forlife, cantwaitfors4 atau dengan hestek #iloveativ untuk Samsung ATIV.
Contoh lain adalah keberhasilan Maicih yang diawali 2011. Maicih adalah sebuah merek dagang snack berbahan dasar singkong berasal dari Bandung. Strategi yang digunakan dalam pemasarannya dengan menjual produk Maicih di lokasi-lokasi tertentu mulai dari kampus, kantor atau tempat keramaian lainnya. Pangsa pasar hanya bisa mengetahui di mana Maicih berada setiap harinya melalui situs microblogging twitter. Melalui akun twitter @InfoMaicih, buzzer memberi informasi di mana produk Maicih bisa didapatkan. Strategi ini justru membuat khalayak penasaran mengonsumsi produk Maicih hingga membawa keberhasilan Maicih mencapai target pasar.
Bukan hanya dalam memasarkan produk barang, penggunaan buzzer juga dilakukan untuk kampanye politik membangun citra kandidat. Realitas ini tergambar dalam masa kampanye pemilihan gubernur Daerah Ibu Kota Jakarta yang dilakukan kandidat Joko Widodo dengan akun twitter @jokowi_do2. Penggunaan twitter buzzer dianggap berhasil menjangkau pemilih untuk kategori khalayak muda. Hingga terpilih dan mengemban tugas sebagai gubernur, buzzer Joko Widodo masih tetap ada sampai dengan ketenarannya saat ini. Kesuksesannya diikuti beberapa aktor politik maupun tokoh pemerintah lainnya untuk melakukan pendekatan dan membangun keterlibatan dengan masyarakat, misalnya akun twitter @SBYudhoyono yang hadir April 2013.
Gambaran ini mencerminkan terobosan dalam aktivitas komunikasi pemasaran untuk menjangkau target audiens umum dan khalayak muda sebagai target pasar khusus. Khalayak muda baik remaja maupun dewasa adalah audiens aktif yang mendominasi penggunaan teknologi yang terus berkembang saat ini (marketeers.com). Sebagaimana data Kemkominfo, usia di bawah 34 tahun menjadi pengguna terbanyak pemanfaatan teknologi informasi. Golongan inilah yang merupakan pasar potensial mengembangkan kreativitas komunikasi pemasaran berbasis internet. Inovasi produk yang dibarengi dengan adanya penetrasi pasar yang terus meningkat diimbangi aktor pemasaran melakukan terobosan cerdik mengembangkan strategi komunikasi pemasaran produk.
Buzzer merupakan orang yang memberikan pengaruh dan memiliki kemampuan menyebarkan pesan melalui pesan yang dicreate. Buzzer bisa diperankan pemilih produk sendiri atau mempercayakan orang lain yang dianggap memiliki jaringan luas, misalnya pemilik akun dengan follower yang banyak. Pesan yang disampaikan buzzer membuat produk dikenal khalayak luas. Pendekatan ini digunakan memperkuat awareness dan menciptakan emotional bounding antara produk dan target audiens. Selain itu cara ini juga jalan membangun engagement khalayak terhadap produk hingga produk menjadi sebuah trendsetter dan laris di pasar konsumen.
Buzzer dalam Buzz Marketing
Lebih jauh jika realitas ini dikaji dalam konsep komunikasi pemasaran, aktivitas yang dilakukan buzzer bisa dikatakan sebagai aktivitas buzz marketing. Buzz marketing akrab dikenal sebagai viral marketing digunakan mendeskripsikan beberapa realitas kampanye pemasaran. Ini dilakukan dengan menyampaikan pernyataan yang tidak diketahui kebenarannya atau hanya sekedar rumor (Turpin, 2008). Awal perkembangannya, buzz marketing dianggap bentuk penyampaian informasi dengan kata-kata dari mulut ke mulut dan menyebar semacam rumor (benar atau salah) tentang suatu produk atau jasa tertentu (Dye, 2000). Namun implikasi pergunjingan rumor khalayak inilah justru dipandang sebagai sesuatu yang menguntungkan merek yang dibicarakan. Pendekatan ini banyak dipakai di dunia industri kreatif dalam bidang komunikasi pemasaran.
Pada prinsipnya, buzz marketing tidak secara spesifik menggunakan media tertentu. Hal ini memudahkan menargetkan dan menduduki saluran komunikasi. Beberapa saluran yang bisa digunakan di antaranya internet, chatting di web, atau acara pesta. Buzzer tidak terbatas dalam aktivitas online namun dalam komunikasi pemasaran offline. Saluran ini memungkinkan konsumen berbicara mengenai produk kepada orang lain hingga tercapai perilaku pembelian.
Menurut Turpin (2008), buzz marketing merupakan alat ideal perusahaan berukuran start-up, kecil dan menengah dengan anggaran komunikasi terbatas. Namun demikian implikasi penggunaan buzz marketing ini sungguh luar biasa. Aktivitas yang mampu membuat lebih banyak perbincangan mengenai mereknya di pasar dengan anggaran kecil dibandingkan dengan anggaran pengelolaan iklanbiasa dalam jumlah besar.
Buzz marketing bisa jadi akan terus berkembang dengan dilatarbelakangi realitas kejenuhan orang ketika dibombardir dengan pesan penjualan maupun iklan (Belch, 2009). Hal yang selanjutnya dilakukan khalayak adalah lebih memilih menemukan pesan pemasaran di tempat berbeda ataudari sumber berbeda. Melalui buzz marketing pemasarmencoba mengidentifikasi trendsetter di setiap komunitas danmendorong mereka ke arahpembicaraan atas merek incarannya. Hal ini menjadi sesuatu yang berharga bagi khalayak karena mereka merasa ada kedekatan dan keterlibatan dengan produk secara natural.
Salah satu kunci penting bahwa pendukung penyampaian pesan mengenai merek (endorser) harus mampu menyajikan informasi secara kredibel dan memiliki daya tarik sehingga mampu mempersuasi khalayak. Begitu juga, seorang buzzer sebagai endorser harus mampu mengubah cara pandang orang mengenai merek melalui pesan yang dicreate ataupun pesan yang disajikan di dalam akun twitternya. Penerima pesan mampu mengerti dan selanjutnya memperbincangkan merek dengan orang lain.
Oleh karena itu dalam merencanakan pesan mengenai suatu merek, dibutuhkan passion, pengenalan produk, kreativitas, dan kemampuan membaca pasar dengan cermat oleh buzzer. Namun demikian aktivitas komunikasi pemasaran harus tetap mengedepankan kesesuaian pesan dengan realitas merek.
* Dhyah Ayu Retno Widyastuti, Dosen Prodi Ilmu Komunikasi FISIP UAJY