Jebakan Judul Media Massa Online

Bernas Jogja, Selasa 13 November 2012

Oleh Pupung Arifin

Internet dan Media Sosial menjadi satu hal yang saat ini tidak bisa dilepaskan dari kehidupan keseharian masyarakat Indonesia.  Berdasarkan data World Bank, jumlah pengakses internet di Indonesia sampai 2010 mencapai 23,7 juta orang (worldbank.org,  10/11/2012). Sedangkan data lebih mencengangkan bersumber dari Internet World Stats yang menyatakan bahwa pengguna internet di Indonesia mencapai 55 juta orang sampai Juni 2012 dengan penetrasi sebesar 22,1% (internetworldstats.com, 10/11/2012). Besarnya angka pengakses internet di Indonesia ini juga didudukung fakta yang dilansir Lembaga Survei Nielsen bahwa 48% pengguna internet di Indonesia, memanfaatkan ponsel untuk mengakses internet (okezone.com, 10/11/2012).

Pengguna Media Sosial di Indonesia juga berada pada angka yang masif. Data dari internet worldstats mengatakan bahwa sampai September 2012, akun Facebook yang dimiliki masyarakat Indonesia mencapai 47,5 juta (internetworldstats.com,  10/11/2012). Sedangkan sampai akhir 2011, di Indonesia terdapat 19,5 juta akun twitter, atau terbesar ke lima di dunia. Selain dari segi jumlah akun, pengguna twitter di Indonesia juga cukup aktif karena mencapai angka 28 %, dan berada pada urutan kelima dunia. (tempo.co,  24/4/2012).

Berdasarkan data tersebut, dapat diketahui bahwa masyarakat Indonesia cukup aktif dalam memanfaatkan teknologi internet, dalam hal ini adalah media sosial. Seperti data yang dirilis oleh Kementerian Komunikasi dan Informatika pada 2011, 64% aktivitas onlinenya dihabiskan untuk mengakses situs media sosial (Kominfo, 2011). Ketertarikan terhadap dunia internet bagi masyarakat Indonesia kepada situs media sosial ini lebih berdasarkan tren. Kepemilikan akun sosial media  menjadi sebuah kebutuhan masyarakat (Nugroho  et  al, 2012). Fenomena penggunaan media sosial ini  menarik dicermati  ketika merujuk data Effective Measure-Indonesia bahwa 67% pengakses internet di Indonesia membuka internet dengan motif pencarian informasi (vivanews.com, 24/4/2012).

Motif pencarian informasi yang besar dari pengakses internet menjadi salah satu faktor berkembangnya bisnis portal berita online di Indonesia. Berdasarkan data daftarweb.org, di Indonesia ada 66 portal berita online (Nugroho et al, 2012). Sembilan dari dua belas grup media besar di Indonesia memiliki portal berita online sebagai salah satu unit bisnisnya, sebut saja Kelompok Kompas Gramedia dengan Kompas.com, CT Grup dengan Detik.com, MNC Grup dengan Okezone.com, Media Grup dengan MediaIndonesia.com, dan Beritasatu Holding Media dengan Beritasatu.com (Nugroho et al, 2012).

Konsumen berita portal berita online memang masih belum terlalu yakin dengan kredibilitas konten berita yang ditawarkan (Pavlik, 2001: 127), namun bagaimanapun portal berita tetap diminati karena pengguna internet mendapatkan alat baru untuk mencari dan memilih berita yang sesuai dengan interese masing-masing (Chen, 2008).

Menarik ketika melihat sebagian besar pengakses artikel di portal berita online, sebagai contoh di vivanews.com hanya 4% yang langsung membuka laman portal berita tersebut (Patria,  dalam Nugroho et al, 2012). Maka situs portal berita online ikut membuat akun sosial media untuk meraih niche pasar yang lebih luas (Lawson-Borders, 2006). Sedangkan sisanya mengakses berita melalui pihak ketiga seperti Google, Yahoo, Facebook dan Twitter. Berdasarkan fenomena tersebut, kemudian formulasi penentuan judul artikel menjadi penting untuk menarik pengakses sosial media agar membaca lebih lanjut artikel yang di-link-kan, yang bisa disimplifikasi sebagai personalisasi informasi (Montgomery dan Smith, 2008).

Berdasarkan  pemaparan di atas, penulis memiliki hipotesis bahwa pengakses media sosial, hanya membaca judul artikel dari portal berita yang di-share ke situs media sosial tersebut, tanpa membaca lebih lanjut artikel lengkapnya dengan alasan keterbatasan waktu dan atau quota bandwith paket data yang digunakan masing-masing pengguna. Perilaku pengaksesan artikel berita seperti ini kemudian akan berdampak pada terjadinya kesalahan interpretasi oleh si pengakses, karena menganggap judul berita tersebut sebagai realitas peristiwa yang sebenarnya. Konsumsi berita dengan cara ini akan mengarah kepada proses banalisasi karena pembaca akan kehilangan keseluruhan konteks artikel tersebut (Nugroho et al, 2012)

Seperti dilansir Kantor Berita Nasional Antara, portal online dalam penulisan berita masih sering melanggar kaidah Bahasa Indonesia yang baik dan benar. Dalam lansir tersebut, Redaktur Pelaksana Kompas.com, Pepih Nugraha, mengatakan bahwa produk jurnalistik online menggunakan prinsip penulisan yang bersifat informal, cerdas, lugas, penuh infotainment, dan menarik. Dia mencontohkan berita di Kompas cetak yang berjudul “Angka Kelahiran di Yogya Meningkat” akan diganti dengan judul “Orang Yogya Emoh Pakai Alat Kontrasepsi” pada versi online (antaranews.com, 10/11/2012). Pepih menambahkan bahwa judul yang bersifat rahasia, dramatis, lugas, unik, menonjolkan konteks, deskriptif naratif, dan sedikit sensasional sengaja digunakan untuk menarik perhatian pembaca.

Karakteristik internet yang memungkinkan pengakses mampu memperoleh berita dari sumber apapun, membuat sebuah media online harus mampu merumuskan cara yang tepat untuk menarik pembaca. Salah satu cara yang digunakan kemudian adalah pembuatan judul yang terkesan bombastis, layaknya koran kuning. Judul berita  menarik memang menjadi senjata, tidak hanya bagi media massa online, namun juga sudah lama dipakai oleh media massa cetak. Judul dibuat mencolok demi menarik pembaca tentu bisa dimaklumi tetapi jika kemudian melupakan fungsi utama media yaitu menyampaikan peristiwa kepada khalayak dengan tepat dan akurat, bahkan bertendensi memanipulasi tentu lain cerita.

Contoh yang diberikan oleh Redaktur Pelaksana Kompas.com tersebut  menarik untuk dikaitkan lebih lanjut dengan contoh lain yang kerap penulis, atau mungkin juga kebanyakan orang pengakses temui ketika melihat judul media online. Kemunculan kata “Ih”, “Wah”, “Wow”, “Duh” kerap menjadi gimmick dalam judul sebuah berita. Dengan padanan kata tersebut, pembaca akan menganggap bahwa berita tersebut penting atau mengandung masalah yang krusial. Namun tidak banyak pengakses yang kemudian tertipu dengan konten beritanya, yang ternyata biasa saja, tidak seperti judul yang dituliskan. Bahasa Indonesia mengenal istilah hiperbol, yang dalam Kamus besar Bahasa Indonesia berarti ‘ucapan (ungkapan, pernyataan) kiasan yang dibesar-besarkan (berlebih-lebihan), dimaksudkan untuk memperoleh efek tertentu’.

Fenomena penggunaan kata hiperbolis pada media online ditujukan untuk mengejar jumlah pageview pada sebuah laman web media massa. Pageview memang belum ada padanan kata dalam bahasa Indonesia, namun kira-kira setiap pengakses membuka satu halaman web, maka dihitung satu pageview. Kalau ada 100 orang mengakses halaman web yang sama, maka ada 100 pageview untuk laman tersebut. Bila ada separuh dari orang tersebut meng-klik halaman lain, maka web tersebut mendapat 150 pageview.

Jumlah berita yang dipublikasikan di laman web, kemudian ditambah penggunakan teknik menulis judul bombastis, maka peluang mendapatkan angka pageview tinggi akan semakin besar. Pageview yang tinggi juga memperbesar peluang sebuah laman web dapat berada di urutan awal dalam mesin pencari semacam Google atau Bing. Pageview ini layaknya sistem share dan rating di industri televisi, yang alih-alih digunakan  untuk mengevaluasi penerimaan khalayak akan berita atau program yang dibuat, namun sebenarnya tidak jauh dari kepentingan iklan. Semakin tinggi angka pageview sebuah laman web,  semakin besar pula peluang sebuah iklan dilihat oleh pengakses.

Akhirnya demi pageview pula media massa online membuat akun di situs media sosial semacam Facebook atau Twitter. Asumsinya, dengan saluran yang semakin banyak, maka peluang terbacanya artikel yang mereka buat akan semakin besar pula. Judul berita yang bombastis akan semakin besar  peluangnya dilihat oleh banyak pengakses.

Bagi sebagian orang yang sempat membaca artikelnya secara penuh, mungkin hanya akan geregetan karena ternyata judul artikel berbeda dengan kenyataan yang tertulis di bagian isi. Namun bagi sebagian lagi yang hanya membaca judul artikelnya saja, tentu akan merasa dibingungkan, dan lebih bahaya lagi bila langsung memberikan penilaian atas sebuah peristiwa, hanya berdasarkan judul yang bombastis tersebut. Kesalahan interpretasi ini dapat berekses kepada kebingungan dan kekacauan di masyarakat, yang kemudian merusak kredibilitas portal berita online itu sendiri.

 *Pupung Arifin, dosen Program Studi Ilmu Komunikasi FISIP, Universitas Atma Jaya Yogyakarta

 

 

Search

Pengumuman